Posts

Showing posts from February, 2017

Gus Nadir: Mengapa Mudah Tersinggung?

Image
Dalam sebuah penerbangan di tanah air, begitu pesawat mendarat seorang bapak langsung melepas sabuk pengaman dan segera berdiri. Pramugari mengingatkan bapak itu untuk duduk kembali demi keselamatannya. Bapak tersebut langsung marah dan tersinggung berat karena sudah ditegur. Maka keluarlah kata-kata berbagai isi kebun binatang dari mulut si bapak. Peristiwa itu disaksikan oleh istrinya yang berjilbab dan anaknya yang berusia sekitar 7-9 tahun.  Dalam kesempatan lain, seorang ibu berumur setengah baya dengan tiba-tiba menyerobot antrian panjang. Ditegur baik-baik, ibu ini lantas marah-marah dan memaki sejumlah orang yang memintanya kembali ke belakang. Ada apa ini? Kenapa orang yang salah, ketika diingatkan malah lebih galak dia?   Bagaimana dengan anda? pernahkah seperti itu juga? Problem ini muncul karena kita tidak bisa membedakan antara diri dan perbuatan kita. Ketika kita melakukan kesalahan, dan lantas ditegur maka harga diri kita seolah runtuh dan teg

Gus Mus: KEKELOMPOKAN JAHILIAH

Image
Seperti diketahui, sebelum kedatangan Islam, khususnya masyarakat Arab sangat terkenal dengan budaya pengelompokan kabilah, klan, suku dengan tingkat fanatisme yang luar biasa. Masing-masing mereka tidak hanya suka membanggakan kelompok sendiri, tetapi sering kali sambil merendahkan kelompok yang lain. Sedemikian fanatiknya masing-masing mereka terhadap kelompok sendiri, seolah-olah mereka punya ‘akidah’; Kelompok sendiri selalu benar dan harus dibela mati-matian sampai mati. Inilah yang disebut ‘ashabiyah. Terjadinya banyak peperangan dan pertumpahan darah diantara mereka, umumnya diakibatkan oleh ‘ ashabiyah atau fanatisme kelompok ini. Persoalan sepele bisa menjadi api penyulut peperangan besar apabila itu menyangkut kehormatan atau kepentingan kelompok. Pertengkaran pribadi antar kelompok dapat dengan cepat membakar emosi seluruh anggota masing-masing kelompok oleh apa yang disebut kecam Nabi Muhammad s.a.w.  dengan Da’wa ‘l-jahiliyyah, masing-masing pihak yang bertengkar

Gus Mus: Adil Memang Sulit, Tapi Harus!

Image
Sebagai sikap dan laku, adil mungkin termasuk yang paling sulit. Soalnya karena adil itu jejeg, tegak lurus, tidak condong dan tidak miring ke sana-kemari. Sementara kita sebagai manusia, dari sononya memiliki ‘athifah atau emosi yang bawaannya mirang-miring kesana kemari. ِApalagi dalam dan di sekeliling kehidupan kita banyak faktor yang mempengaruhi kita, yang mendorong kesana atau menarik kemari. Kita mencintai dan senang, condong kemari; kita marah dan benci, miring kesana.  Hakim yang sedang marah atau benci kepada seseorang, katakanlah si Fulan, misalnya, jangan suruh ia mengadili si Fulan itu. Karena hampir dipastikan si hakim tidak bisa berlaku adil dan jejeg. (Ingat kasus hakim yang diberhentikan gara-gara memvonis maling arloji dengan hukuman maksimal, lantaran gregetan; pasalnya yang dicuri si maling adalah arloji beliau). Demikian pula bila seorang hakim –karena sesuatu hal-- sangat senang kepada si terdakwa, bisa ditebak putusannya akan tidak adil

Gus Mus: Seandainya Orang Tolol Mau Diam

Image
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Man kana yu’minu billahi wal yaumil akhir, fal yaqul khairan au liyasmut!” (Barang siapa sudah beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah berkata yang baik atau sebaiknya diam). Memang bicara dan diam ada tempatnya masing-masing. Diam pada saat harus bicara, mungkin sama buruknya dengan bicara pada saat harus diam. Sebaiknya kita memang harus tahu kapan kita mesti diam dan kapan mesti bicara. Kalau tidak, salah-salah bisa celaka. Antara lain karena kita diam pada saat mestinya harus bicara, maka kemungkaranpun terus berlangsung di negeri kita bertahun-tahun dan mengakibatkan kerusakan negeri yang begitu parah. Namun sebaliknya, seringkali diam justru jauh lebih bermanfaat ketimbang bicara. Bahkan tidak jarang bicara justru menimbulkan bencana, tidak hanya bagi orang yang bersangkutan, tetapi juga kepada orang-orang lain. Perkelahian bahkan peperangan bisa terjadi akibat omongan yang salah.  Dulu di majelis penguasa yang a

Gus Nadir: Kisah Terusan Kiai Tua dan Kiai Muda (4): Bertemu Jin

Image
Selepas menikmati acara akikah berikut jamuan tuan rumah, kedua Kiai meneruskan perjalanannya. Mereka keluar dari perkampungan dan untuk kesekian kalinya memasuki hutan. Selepas shalat Ashar mereka bedua bersandar pada pohon besar sekedar merehatkan punggung dan meluruskan kaki mereka. Kiai Muda tanpa sengaja kakinya menyepak sebuah botol. Botol itu bentuknya terlihat unik, aneh dan kotor. Sebagai rasa penyesalan karena tanpa sengaja sudah menyepak botol itu, maka Kiai Muda mengambil botol itu dan mulai membersihkannya dengan mengusap botol itu. Tanpa disangka keluarlah dari dalam botol sebentuk makhluk. “Assalamu alaikum dua manusia budiman. Saya jin muslim berterima kasih sudah dibebaskan dari botol ini. Saya akan penuhi 3 permintaan masing-masing dari anda.” “wa alaikum salam”, jawab Kiai Muda seolah tak percaya dengan apa yang disaksikannya. Kiai Tua tersenyum melihat peristiwa ini. Kiai Muda kemudian berkata: “permintaan pertama saya: jadikan saya ma

Gus Nadir: Kisah Berikutnya Kiai Tua dan Kiai Muda (3): Jamuan Ilahi

Image
Setelah menghangatkan tubuh di api unggun, kedua Kiai ini tertudur. Bangun esok paginya, Kiai Muda berkata: “lapar sekali perutku, pak yai”. Kiai Tua menjawab, “sisa bekal makanan sudah habis semalam. Kalau begitu kita niatkan puasa sunnah saja hari ini.” Kiai Muda setuju. Mereka berdua kembali berjalan melewati bukit dan menyeberangi sungai. Kali ini tak ada gadis ayu yang meminta digendong meski Kiai Muda sudah celingukan menoleh kesana-kemari. Kiai Tua tersenyum melihat tingkah polah kawan seperjalanannya ini. Mereka terus berjalan hingga mentari tepat di atas kepala mereka. Letih dan lapar. Mereka memasuki perkampungan. Ternyata sedang ada hajatan. Salah satu penduduk memotong dua kambing untuk acara akikah bayi lelakinya. Semua bergembira dan memenuhi halaman rumah orang itu. Kedua Kiai kita melintasi rumah itu. Tuan rumah tiba-tiba berseru “wahai kedua musafir yang terhormat, hendak kemana kalian? mari ke sini berkahi keluarga kami dengan kehadiran dan doa-

Gus Nadir: Kisah Lanjutan Kiai Tua dan Kiai Muda (2): Membakar al-Qur’an

Image
Setelah sebelumnya Kiai Tua menegur Kiai Muda yang masih saja menggendong gadis ayu dalam pikirannya selama berjam-jam, keduanya kembali meneruskan perjalanan. Hujan deras membasahi mereka. Mereka kesulitan mencari tempat bereduh….terus berjalan hingga hujan usai barulah mereka menemukan bangunan tua yang tak lagi berbentuk utuh, untuk berlindung dari rasa dingin dan sekedar menyendarkan punggung mereka yang sudah letih. Kiai Tua meminta kawan seiringnya, Kiai Muda, untuk mengumupulkan sejumlah dahan dan ranting. Lantas Kiai Tua mencoba membuat api unggun untuk menghangatkan tubuh mereka yang terus menggigil kedinginan. Tapi ranting yang basah membuat api tak bisa membakar. Kiai Tua mengeluarkan pisau lipatnya dan mulai mengikis kulit luar ranting yang basah. Asumsinya di bagian dalam kayu masih belum basah. Kembali ia hidupkan api, namun api tak bertahan lama dan masih gagal membakar ranting. Kiai Tua menoleh kepada Kiai Muda, yang bibirnya sudah biru menahan

Gus Nadir: ( Kisah Kiai Tua dan Kiai Muda (1): Menggendong Gadis Cantik)

Image
Kiai Muda (KM) itu membuntuti Kiai Tua (KT) yang tengah berjalan menembus hutan. “Pak Yai, ijinkan aku turut berjalan bersamamu,” pinta KM saat KT menoleh kepadanya. Kiai Tua mengangguk ramah. Berjalanlan mereka berdua menembus hutan, mendaki bukit hingga sampai di sebuah sungai. Hujan deras semalaman telah membuat aliran sungai begitu ganas hingga menerjang satu-satunya jembatan. Mereka melihat ada seorang gadis ayu yang seperti kebingungan. Dia membawa belanjaan pasar. Kata gadis itu, “ibu saya menunggu hasil belanja ini tapi saya tak bisa pulang karena jembatan telah hancur. Sudikah kiranya salah satu dari anda berdua menggendong saya menyeberangi sungai?” Kiai Muda langsung menggeleng. “Kami berdua ini kiai, tidak pantas menggendong bukan mahram. Apa kata orang kalau kami sampai berani melakukannya, apalagi anda tidak berjilbab. Jangan-jangan anda perempuan tidak benar yang hendak menggoda kami”. Kiai Tua memberi isyarat agar Kiai Muda berhenti bicara. K

Gus Nadir: Islam NUsantara itu Tidak Anti-Arab

Image
Salah satu kegagalan banyak pihak memahami diskursus Islam NUsantara adalah dengan nyinyir seolah-olah warga NU itu anti segala hal berbau Arab. Maka mereka nyinyir kalau melihat tulisan saya mengutip sejumlah kitab Tafsir berbahasa Arab. "Anti-Arab kok mengutip kitab berbahasa Arab!" kata mereka. Di pesantren dan madrasah, warga Nu biasa belajar bahasa Arab sejak kecil. Tidak mungkin kemudian kami anti dengan bahasa Arab. Banyak santri yang sangat ngelotok memahami grammatika Bahasa Arab, bagaimana mungkin kemudian kami dituduh anti-Arab? Mereka yang menuduh juga menyindir kalau warga NU selesai sholat tidak baca assalamu 'alaikum ke kanan-kiri karena diganti dengan selamat sore- selamat malam. Atau mereka menyindir kalau warga NU wafat akan dikafankan dengan kain batik, bukan kain kafan putih. Ini tentu tuduhan ngawur yang merefleksikan ketidakpahaman mereka mengenai gagasan Islam NUsantara. Warga NU tahu ilmunya sehingga dalam soal budaya nusant

Gus Nadir: Misi Utama Nabi Muhammad Bukan Untuk Mengislamkan Dunia

Image
“Kalau seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua manusia di bumi. Maka apakah engkau (Muhammad) akan memaksa manusia hingga mereka menjadi orang-orang yang beriman semua?” (QS Yunus 10:99). Banyak yang kaget rupanya ketika disodorkan ayat ini. Misi utama Nabi itu sejatinya bukan untuk menaklukkan dunia dan mengislamkan semua orang. Misi Nabi itu dijelaskan oleh al-Quran sebagai rahmat untuk semesta alam.  “Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-anbiya 21/107).  Dan dijelaskan sendiri oleh Nabi dalam satu riwayat Hadis Sahih: “Sesungguhya aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia.” Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq (HR Bukhari). Menebar Rahmat dan memperbaiki Akhlak itulah misi utama Nabi, bukan maksa-maksa orang lain masuk Islam atau memaksa mengikuti fatwa dan tafsiran kita sendiri, atau bahkan memaksa orang lain mengikuti pilihan politik kita. Pema

Cak Nun: Indonesia (Kehilangan) Pusaka

Image
Kedua , di antara Bapak Ibu bangsa Indonesia yang Jawa memberi pesan tentang “Sandang Pangan Papan”, “Keris Pedang Cangkul”, “Gundul Pacul”, “Kawula Gusti”, dlsb. Pasti banyak sekali juga pesan-pesan dari nenek moyang Yang Sunda, Yang Minang, Yang Bugis, Yang Batak, Yang Sasak, Yang Madura dan ratusan lainnya — yang setelah merdeka semua itu kita sekunderkan, atau bahkan kita remehkan dan kita lupakan. Itu menyebabkan sekarang kita tidak lagi punya “pusaka”, dalam dimensi kejiwaan bangsa maupun dalam penerapan tata sistem, konstitusi dan hukum pengelolaan kebersamaannya. Sandang Pangan Papan tidak bisa dibalik. Lebih baik tidak makan asal tetap berpakaian. Bukan program makan melimpah dan tak apa telanjang karena pakaiannya dijual, karena martabat dan harga diri digadaikan. Manusia dipinjami hak milik oleh Tuhan: nyawa, martabat dan harta benda. Negara dan Pemerintah bertugas menjaga nyawa, martabat dan harta benda rakyatnya. Orang korupsi tidak terutama kita sesali

Cak Nun: Yatim Piatu Tiada Tara

Image
Bangsa Indonesia adalah anak yatim piatu. Tidak punya Bapak yang disegani dan tidak ada Ibu yang dicintai. Saya coba menjelaskan hal ini melalui dua terminologi. Pertama , ketika lahir, NKRI memang lebih berpikir “membikin sesuatu yang baru” dan kurang berpikir “meneruskan yang sudah ada sebelumnya”. Kita memilih “Sejarah Adopsi” dan tidak merasa perlu menekuni “Sejarah Kontinuasi”. Kita dirikan “Negara” dan “Republik” dengan mengadopsi prinsip, tata kelola, sistem nilai, hingga birokrasi dan hukum. Kita meneruskan “mesin Belanda” meskipun dengan memastikan pengambilalihan kepemilikan. Kita tidak mengkreatifi kemungkinan formula yang otentik hasil karya kita sendiri yang merupakan kontinuitas-kreatif dari apa yang sudah dilakukan oleh nenek moyang kita. Sejak merdeka kita memang seolah-olah “sengaja” meninggalkan orangtua kita sendiri. Padahal Belanda sendiri, juga banyak Negara-negara Eropa lain, tetap berpijak pada Kerajaan “orangtua” mereka. Fakta yang itu justru t

Cak Nun: Berpikir, Bersikap dan Bertindak NKRI

Image
Yang saya maksud “puncak eskalasi pertengkaran” adalah segera akan muncul adegan di panggung di mana “yang kuat mengalahkan yang lemah”. Seseorang mungkin akan menang di Pengadilan maupun di Pemilihan. Sebelum itu, faktor-faktor yang dianggap kontra-produktif terhadap kemenangan itu, mungkin akan dipastikan untuk dipadamkan, ditangkap, dipenjarakan, dibubarkan, diberangus atau dikebiri, minimal dieliminir.  Mungkin yang bisa terjadi adalah letupan pertengkaran kecil, tapi itu rintisan lebih mendalam untuk masa depan pertengkaran yang lebih besar. Pertanyaan yang muncul adalah: apa hebatnya bangsa Indonesia mengalahkan bangsa Indonesia? Kalau dalam hidup ini memang harus ada yang dimenangkan dan dikalahkan, apakah itu juga berlaku untuk sesama bangsa Indonesia? Itukah makna nilai Bhinneka? Kalau belajar dari filosofi Jawa: kegaduhan yang sekarang terjadi adalah “ Sopo siro sopo ingsun ” (siapa kamu siapa aku, emangnya kamu siapa!). Salah satu outputnya adalah “ adigang ad

Cak Nun : BANGSA YATIM PIATU

Image
Bangsa Indonesia segera akan tiba pada salah satu puncak eskalasi pertengkarannya di antara mereka sendiri sesaudara. Salah satu hasil minimalnya nanti adalah tabungan kebencian, dendam dan permusuhan masa depan yang lebih mendalam. Maksimalnya bisa mengerikan. Kita sedang menanam dan memperbanyak ranjau-ranjau untuk mencelakakan anak cucu kita sendiri kelak. Masing-masing yang sedang bertengkar memiliki keyakinan atas kebenarannya dari sisinya masing-masing. Dan tidak perlu ada yang memperpanjang masalah serta menambah ranjau dengan mempersalahkan pihak yang ini atau yang itu. Minimal untuk sementara, ada baiknya menghindari ‘kenikmatan’ menuding “siapa yang salah”. Sebab kalau salah benar diposisikan pada subjek, kemudian yang ditegakkan adalah pro dan kontra pihak-pihak, maka semua akan terjebak situasi-situasi subjektif: kalau kita “pro” suatu pihak, maka ia “benar 100%”. Kalau kita “kontra” suatu pihak, maka ia “salah 100%”. Kita berada sangat jauh dari kedewasaan berpikir.

Gus Nadir: Jangan Mengatakan Kamu Suci!

Image
Selepas shalat jama’ah, saya ditegur oleh seorang rekan, “Mengapa tubuh anda bergoyang lebih dari tiga kali?”. Saya tersenyum dan mengucapkan terima kasih sambil tak lupa mengatakan bahwa goyangan itu diluar kesadaran saya. Seringkali usaha mencoba konsentrasi dalam shalat mengakibatkan tubuh saya bergoyang tanpa saya sadari. Teman saya terlihat puas dengan jawaban saya. Di lain waktu selepas shalat jama’ah teman saya tersebut menegur jama’ah yang lain. Ia bertanya, “Kenapa ruku’ anda tidak sempurna?” Jama’ah tersebut jadi gelagapan dibuatnya. Saya jadi mulai berpikir, inikah kerjaan rekan saya tersebut….sibuk mengamati gerakan shalat di kanan-kirinya. Saya khawatir sepanjang shalat ia habiskan untuk mengamati gerakan shalat orang lain dan bersiap untuk menegurnya selepas salam nanti. Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan bahwa bila hamba Allah diberikan hikmah oleh Allah maka yang pertama kali ditampakkan-Nya adalah kesalahan hamba itu sendiri sehingga hamba itu tak sibuk memik

Gus Mus : Akhlak Mulia

Image
قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم (ال عمران:٣١ ) “Katakanlah, jika kamu benar menyintai Allah, ikutilah aku; maka Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” Hampir semua orang beragama mengaku menyintai Allah, tapi mungkin tidak terlalu banyak yang berusaha mengikuti jejak RasulNya, kecuali dalam pengakuan. Ini boleh jadi karena keengganan untuk lebih mengenal Rasulullah SAW sebelum mengaku mengikuti jejaknya. Umumnya orang merasa tidak punya waktu untuk membaca sunnah Rasulullah SAW agak sedikit komplit. Umumnya, orang membaca, menulis, atau menyampaikan hadis Nabi Muhammad SAW –bahkan Al-Quran—sebatas yang sesuai dengan kecenderungan mereka yang bersangkutan. Hal ini tidak mengapa, asal tidak sampai meninggalkan atau melewatkan nilai penting --apa pula yang terpenting-- dari nilai-nila mulia Rasulullah SAW. Nilai yang apabila kita ikuti merupakan dakwah tersendiri yang pasti

Sunnah-Sunnah dalam Berwudhu

Image
Setelah pada artikel sebelumnya sudah membahas syarat dan rukun wudhu. Untuk artikel kali ini akan membahas tentang sunnah-sunnah yang dalam berwudhu. Berikut Sunnah-Sunnah dalam berwudhu : 1. Membaca Basmalah pada awal wudhu, Nabi Muhammad Saw bersabda : "Berwudhulah kamu dengan menyebut nama Alloh" (HR Abu Dawud) 2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan, setelah membaca Basmalah, atau bersamaan dengan membaca basmalah' 3. Berkumur-kumur, setelah membasuh kedua telapak tangan, 4. Memasukkan air kedalam kedua lubang hidung, 5. Membasuh seluruh kepala, 6. Membasuh kedua daun telingan baik bagian luar maupun bagian dalam, 7.Menyela-nyela Jari, baik tangan maupun kaki. Agar air dapat rata membasahi sela-sela jari tersebut, 8. Mendahulukan anggota wudhu yang kanan baru kemudian yang kiri, 9. Tiap-tiap bagian dibasuh sebanyak tiga kali. 10. Dilakukan dengan berturut-turut, artinya ketika anggota wudhu yang pertama selesai dibasuh

Cak Nun : Ancaman Untuk Sesat

Image
Jitul, Seger, Toling Nimbrung. Tak bisa dielakkan. ''Jadi maksudnya fisabilillah itu tinggal di Negara orang tanpa visa izin tinggal. Penduduk gelap atau tidak legal di Negeri orang ? Apakah itu tidak berarti mencampur-adukkan antara yang haq dengan yang bathil, pakde ? Jitul tertawa. “Akhir-akhir ini Junit agak rajin buka-buka Al-Qur`an, Pakde”, katanya, “dia khawatir disalahkan Tuhan kalau mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan….”. Brakodin tersenyum. “Wah, hati-hati kalau baca Al-Qur`an, Nit. Baca hurufnya pakai mata, tapi baca kata-katanya kan pakai otak, untuk memahami maknanya harus pakai akal. Nanti jadi terjebak untuk menafsirkan. Padahal kamu kan bukan Ahli Tafsir” “Siapa di antara kita yang Ahli Tafsir, Pakde?”, tanya Junit. “Tidak ada”, jawab Brakodin. “Mbah Sot?” “Dia Ahli Taksir….” “Jadi gimana kalau begitu?” “Ya ndak gimana-gimana. Firman Tuhan  ‘Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan y