Lirik dan Makna Syair Lir-Ilir, Sunan Giri dan Sunan Kalijaga



   Syair Lir-Ilir sebagaimana yang kita kenal sekarang, sejatinya berawal dari karangan Sunan Giri, yang kemudian dipopulerkan oleh kanjeng Sunan Kalijaga. Namun, dalam perjalananya syair ini lebih dikenal dengan pengarang kanjeng Sunan Kalijaga, dan Sunan Giri seakan-akan terlupakan sebagai seorang pencetus syair Lir-ilir ini.

   Terlepas dengan siapa sebenarnya pencipta syair ini, tembang Lir-ilir telah merasuk kedalam jiwa setiap umat Islam di Indonesia, bahkan sampai ke mancanegara. iya, ini adalah salah satu metode dakwah para wali songo. dalam menyebarkan ajaran Islam di bumi Indonesia ini.

   Berikut lirik syair lir-ilir beserta arti dan tafsirnya:

LIR - ILIR

Lir-ilir, lir ilir, tandure wus sumilir 
(Bangunlah, bangunlah tanaman sudah bersemi)


Tak ijo royo-royo 
(Demikian menghijau) 


Tak sengguh temanten anyar 
(Bagaikan gairah pengantin baru)


Cah angon, cah angon 
(Anak gembala, anak gembala)

Penekno belimbing kuwi 
(Panjatlah pohon belimbing itu)

Lunyu-lunyu penekno 
(Walaupun licin dan susah tetaplah kau panjat)

Kanggo mbasuh dodotiro 
(untuk membasuh/mencuci pakaian)

Dodotiro, dodotiro 
(Pakaianmu, pakaianmu)

Kumitir bedah ing pinggir 
(Terkoyak-koyak dibagian samping)

Dondomono, Jlumatono
(Jahitlah, benahilah)

Kanggo sebo mengko sore 
(Untuk menghadap nanti sore)

Mumpung padhang rembulane 
(Mumpung bulan bersinar terang)

Mumpung jembar kalangane 
(Mumpung banyak waktu luang)

Yo surako surak iyo 
(Bersoraklah dengan sorakan Iya)

Makna Dibalik Tembang Lir-ilir Sunan Kalijaga

Tembang ini diawali dengan Lir-ilir yang artinya bangunlah, bangunlah atau bisa diartikan sadarlah. Dalam hal ini kita diminta bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah SWT dalam diri kita, karena itu digambarkan dengan Tandure wus sumilir atau tanaman mulai bersemi dan pohon-pohon yang mulai menghijau bagaikan Tak ijo royo-royo

Semua itu tergantung pada diri kita masing-masing, apakah mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita itu mati. Atau kita bangun dan terus berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar yang kemudian kita akan mendapatkan kebahagian seperti bahagianya ‘pengantin baru’ atau Tak sengguh temanten anyar.

Cah angon, cah angon penekno blimbing kuwi. Mengapa kok ‘Cah angon’? Bukan ‘Pak Jendral’ , ‘Pak Presiden’ atau yang lain? Mengapa dipilih ‘Cah angon’? Cah angon disini maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu ‘menggembalakan’ makmumnya dijalan yang benar. Karena kita telah diberi sesuatu oleh Allah SWT untuk kita gembalakan yaitu ‘hati’. Bisakah kita gembalakan hati kita ini dari dorongan hawa nafsu yang demikian kuatnya. 

Si anak gembala diminta untuk memanjat pohon belimbing atau Penekno blimbing kuwi yang notabene buah belimbing itu berwarna hijau (ciri khas Islam) dan memiliki 5 sisi. Jadi belimbing itu adalah isyarat dari agama Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah belimbing yang menggambarkan Rukun Islam yang merupakan dasar dari agama Islam.

Pohon belimbing itu memang licin dan meskipun dalam keadaan susah untuk melaksanakannya, kita harus bisa memanjatnya sekuat tenaga yang artinya kita tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya bagaikan Lunyu-lunyu penekno. Lalu gunanya untuk apa? Gunanya adalah untuk mencuci pakaian kita atau Kanggo mbasuh dodotiro yang bermakna bahwa pakaian itu ibarat taqwa dan pakaian taqwa inilah yang harus di bersihkan.

Dodotiro yang berarti adalah pakaian taqwa kita memang harus di bersihkan, yang jelek-jelek harus kita singkirkan dan kita tinggalkan. Namun sebagai manusia biasa pakaian taqwa itu terkadang rusak atau terkoyak-koyak seperti Kumitir bedah ing pinggir sehingga perlu perbaikan untuk menjahitnya dan dibenahi kembali bagaikan Dondomono jlumatono agar menjadi pakaian yang indah, karena sebaik-baiknya pakaian adalah pakaian taqwa pada diri kita. Kanggo sebo mengko sore atau untuk menghadapi nanti sore, kata ini mempunyai makna bahwa suatu saat kita semua pasti akan mati, karena itu kita selalu diminta untuk memperbaiki pakaian taqwa kita, agar kelak kita siap ketika dipanggil menghadap kehadirat Allah SWT.

Mumpung padhang rembulane, Mumpung jembar kalangane atau mumpung rembulan bersinar terang dan mumpung masih banyak waktu luang, kata-kata ini mengandung arti bahwa ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, dan ketika masih banyak kesempatan karena diberi umur yang masih menempel pada hayat kita maka pergunakanlah waktu dan kesempatan itu untuk bisa memperbaiki diri agar senantiasa selalu bertaqwa kepada Allah SWT. 

Selanjutnya pada lirik Yo surako surak iyo atau bersoraklah dengan sorakan iya untuk menyambut seruan ini dengan sorak sorai (bergembira), artinya ketika kita masih sehat dan mempunyai waktu luang. Jika ada yang mengingatkan, maka jawablah dengan ‘Iya’. Sambutlah seruan tersebut dengan sorak sorai “mari kita terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (Al-Anfal :25)

Dari uraian diatas dapat kita lihat bagaimana Sunan Kalijaga secara jenius menerjemahkan ajaran Islam dalam rangkaian syair dan tembang pendek yang memiliki makna mendalam mengenai perlunya seseorang dalam memperhatikan hidup kita selama di dunia ini. Jangan hanya berorientasi pada keduniawian melainkan berorientasi pada kehidupan dalam alam kekekalan yaitu akhirat. Sehingga kehidupan dunia dan akhirat harus seimbang.

Sunan Kalijaga mengingatkan bahwa kita mempunyai pertanggungjawaban pribadi kepada Tuhan, karena semua perbuatan kita akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Sunan Kalijaga menawarkan Islam sebagai jalan dan bekal untuk menghadapi kematian dan pertanggungjawaban akhir. Dengan berbekal mengenai keislaman dengan Rukun Islamnya yaitu sahadat, sholat, zakat, puasa, haji dan senantiasa melaksanakan semua perinyahNya dan menjauhi semua laranganNya untuk mendapatkan kehidupan yang baik diakhirat nanti. 

Sunan Kalijaga juga mengingatkan kepada kita bahwa perbuatan baik dan amalan memiliki peran yang sangat penting termasuk sahadat, sholat, zakat, puasa, haji dalam Islam sebagai bekal yang menentukan keselamatan seseorang yang harus dibawa dan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Selain itu, hendaknya sebagai seorang muslim tidak menganggap remeh amalan-amalan yang telah dilakukannya.

Lagu tembang Lir-ilir memberi kita pelajaran dan pesan islami, hendaknya manusia menyadari, bahwasanya kita hidup di dunia fana ini tidak akan lama, yang dalam bahasa jawa diibaratkan urip iku sekedar mampir ngombe yang artinya hidup itu hanya sementara, seyogyanya kita semua harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sehingga kelak kita akan siap ketika tiba saatnya kita semua dipanggil menghadap kehadirat Allah SWT. 

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Lir-ilir

Comments

Popular posts from this blog

Kata Mutiara Hikmah Kyai Sepuh NU Part.3

Kata Mutiara Hikmah Kyai Sepuh Nahdhatul 'Ulama part. 1